Ads Top

Detektor Nuklir Ungkap Populasi Rahasia Paus Biru di Samudra Hindia


Alat pendeteksi bom nuklir di lautan tak sengaja menemukan populasi rahasia paus biru yang bersembunyi di bawah Samudra Hindia. Menurut para ilmuwan dalam studi mereka yang terbit di jurnal Scientific Reports pada 22 April 2021, ini merupakan populasi paus biru kerdil yang sama sekali baru di Samudra Hindia.

Populasi paus ini telah berhasil menghindari deteksi selama beberapa dekade meskipun ukuran mereka sangat besar. Namun para peneliti akhirnya berhasil mengungkap keberadaan populasi paus ini dari hasil menganalisis data akustik yang dikumpulkan oleh rangkaian deteksi bom nuklir bawah air. Data akustik ini mengungkapkan lagu unik yang belum pernah didengar para ilmuwan sebelumnya.

Populasi baru paus biru kerdil (Balaenoptera musculus brevicauda) ini sekarang disebut sebagai populasi Chagos. Paus biru kerdil sendiri merupakan subspesies paus biru yang lebih kecil yang mencapai panjang maksimum 79 kaki atau sekitar 24 meter.


"Kita masih menemukan populasi yang hilang dari hewan terbesar yang pernah hidup," kata penulis senior Tracey Rogers, ahli ekologi kelautan di University of New South Wales (UNSW) di Australia, seperti dikutip dari Live Science. "Ini adalah bukti sulitnya mempelajari kehidupan di laut."

"Paus biru umumnya sulit ditemukan," kata penulis utama studi atas penemuan ini, Emmanuelle Leroy yang merupakan anggota pascadoktoral di UNSW. "Mereka dibawa ke tepi kepunahan oleh perburuan paus industri dan mereka pulih dengan sangat lambat."

Saat ini, sekitar 5.000 hingga 10.000 paus biru ada di Belahan Bumi Selatan. Jauh lebih sedikit dibandingkan dengan populasi pra-perburuan paus, yakni sekitar 350.000 paus di sana, menurut Center for Biological Diversity. Beberapa paus yang tersisa sering menyendiri dan tersebar di wilayah geografis yang luas, membuat mereka rentan untuk terlewatkan, kata Leroy.

"Cara terbaik untuk mempelajarinya adalah melalui pemantauan akustik pasif," kata Leroy. "Tapi ini berarti kita perlu merekam hidrofon di berbagai bagian lautan."

Di Samudra Hindia, khususnya, ada pemantau akustik ilmiah yang terbatas. Jadi tim beralih ke detektor bom nuklir bawah air milik Comprehensive Nuclear-Test-Ban Treaty Organization (CTBTO).

CTBTO adalah sebuah kelompok internasional yang menggunakan jaringan relai akustik bawah air global untuk mendeteksi tes bom nuklir ilegal di lautan. Ini memberi para peneliti akses ke kumpulan data jangka panjang dari kebisingan di Samudra Hindia.

"Data CTBTO adalah aset internasional yang penting," k

ata Rogers. "Saya pikir itu keren bahwa sistem yang sama yang membuat dunia aman dari bom nuklir tersedia bagi para peneliti dan memungkinkan sejumlah ilmuwan, termasuk kita, untuk mempelajari ilmu kelautan yang tidak akan mungkin terjadi tanpa susunan hidroakustik yang canggih seperti itu."

Setelah menganalisis data tersebut, para peneliti menemukan lagu paus biru tertentu yang belum pernah terdengar sebelumnya. "Lagu paus biru itu sangat sederhana karena merupakan pengulangan dari pola yang sama," kata Leroy. "Tetapi setiap subspesies dan populasi paus biru memiliki jenis lagu yang berbeda."

Secara umum, nyanyian paus biru bersifat panjang, memiliki frekuensi rendah, intensitas tinggi, dan diulang secara berkala. Frekuensi suara mereka terkadang di bawah batas kemampuan pendengaran manusia, yakni di bawah 20 hertz.

Setiap kelompok paus yang berbeda memiliki panggilan yang berbeda dalam durasi, struktur, dan jumlah bagian yang berbeda. Lagu Chagos, milik populasi paus biru kerdil baru ini, memiliki tiga bagian. Yang pertama adalah yang paling kompleks, lalu diikuti oleh dua bagian dasar.

"Nyanyian paus baru (semacam) ini telah menjadi bagian dominan dari lanskap suara di Samudra Hindia Khatulistiwa Tengah selama hampir 18 tahun terakhir," kata Rogers. Karena kelaziman lagu tersebut, para peneliti yakin bahwa lagu tersebut milik populasi yang sama sekali baru dan bukan hanya beberapa individu tunggal. Namun, ukuran pasti dari populasi baru ini tetap menjadi misteri.

"Sayangnya, kami tidak tahu ukuran populasi paus biru kerdil itu," kata Leroy. "[survei] akustik belum dapat memberi kami informasi ini."

Identifikasi visual masih diperlukan untuk memastikan keberadaan populasi Chagos secara definitif. Namun para peneliti tersebut yakin bahwa ini hanya masalah waktu.

No comments:

Powered by Blogger.